Minggu, 20 Januari 2013

makalah filsafat




 


Disusun Oleh :
Ahmad Mubarok
Imam Jauhari
Muhammad Jufri
Kisywahyudi
Ilham Mahmuddin
FAKULTAS TARBIYAH
PRODI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
2012/2013
 




BAB I
                                                            PENDAHULUAN
Agama dan filsafat adalah dua kekuatan yang mewarnai dunia, agama pada pokoknya adalah iman ( hati,rasa), filsafat pada dasarnya rasio ( akal ), oleh karena itu wajarlah bila perkembangan budaya selalu dilatar belakangi oleh pergulatan antara akal dan hati, antara rasio dan iman, antara agama dan filsafat.
Bangsa yunani sangat patuh dengan agama mereka yaitu penyembahan terhadap dewa-dewi olympus serta mengimani segala mitosnya, pada zaman ini iman ( agama ) mendominasi, hingga datanglah periode Thales dan para sofis yang lebih mengedepankan akal dari pada hati/iman, agama atau iman lambat laun tergeser dominasinya oleh akal yang membuat kacau dengan merelativkan kebenaran.
Pada periode kacau ini Manusia adalah ukuran semua kebenaran, semua kebenaran relatif, teori sains diragukan, kaidah agama dicurigai, apalagi para penggagas relativisme yaitu para Sofies sangat berpengaruh pada periode ini, mereka dijadikan guru, hakim dan amat dekat berhubungan dengan para kalangan bangsawan athena, jadi bisa dipastikan semakin kacaulah orang-orang athena.
Hingga datanglah Socrates, seorang filosof yang meyakini agama ( lihat dalam pembelaannya melalui apoligia ) ia membawa orang-orang athena kembali meyakini agama mereka yang dulu serta meyakinkan bahwa tidak semua kebenaran itu relatif namun ada kebenaran yang umum yaitu definisi( pengertian umum ) namun ajaranya harus dibayar dengan kematian karena tuduhan kaum sofis yang menganggap ia perusak mental pemuda athena.
Muridnya plato melanjutkan perjuangan gurunya melawan kaum sofis dengan membenarkan kebenaran umum namanya idea, idea telah ada sebelum adanya manusia, tempatnya di alam idea, lalu hantaman terbesar bagi para sofis adalah aristoteles murid plato yang menulis kepalsuan logika para sofis.
Dalam periode ini keadaan hegemoni berubah lagi, akal dan hati, rasio dan iman, agama dan filsafat sama-sama menang, kaidah agama diterima kembali demikianpun kaidah filsafat.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Demokritos ( 460-370 SM )
Demokritos (460-370 SM) adalah pendahulu sebuah konsepsi yang akan bertahan lama. Ia mengawali paham atomisme! Demokritos berasal dari Abdera, dan mencapai puncak karirnya sebagai pemikir di pertengahan abad ke-5 SM. Dari banyak karya yang berhubungan dengannya, masih ada sekitar 300 fragments. Dalam fragmen-fragmen tersebut kebanyakan berbicara tentang filsafat moral.
Pemahaman akan teori “atomisme” dari Demokritos tergantung dari pendapat-pendapat dan kritikan Aristoteles atas Demokritos. Sebenarnya, bukan Demokritos yang menemukan “atomisme”. Leukippos-lah, gurunya, yang menemukan. Sayangnya, Leukippos tidak banyak meninggalkan laporan atau tulisan. “Menurut beberapa orang, Leukippos berasal dari Elea, sementara menurut orang lain ia berasal dari Abdera; ia dulu adalah murid Zenon” (DK 67A 1, Diogenes Laertios, IX 30). Nama Leukippos biasanya akan diikuti oleh nama muridnya, Demokritos sebagai pengusul teori “atomisme”:
Demokritos lahir di kota Abdera di pesisir Thrake di Yunani Utara. Ia hidup kira-kira dari tahun 460 SM sampai tahun 370 SM. Ia berasal dari keluarga kaya raya. Pada masa mudanya, ia melakukan perjalanan ke Mesir dan negeri-negeri timur lainnya sehingga menambah luas wawasan dan pengetahuannya. Di negeri-negeri yang dia kunjungi, Demokritos banyak melakukan studi. Demokritos dipandang sebagai seorang sarjana yang menguasai banyak lapangan keahlian. Pengaruh mazhab Elea dan Pythagoras sangat mencolok dalam pemikirannya. Anekdot yang hidup di zaman kuno menjulukinya “filsuf yang tertawa” sebagai lawan dari Heraklitos, “filsuf yang menangis”. Demokritos mewarisi banyak tulisan filosofis dan pengetahuan ensiklopedia tentang alam, struktur dunia, manusia, roh, pengenalan inderawi, warna, namun hampir semua teks itu hilang. Yang tersisa hanyalah beberapa fragmen.
Sebetulnya, Demokritos tidak boleh dihitung lagi sebagai filsuf pra-sokratik, karena usianya lebih muda dari Sokrates. Tetapi ada beberapa alasan yang menyebabkan bahwa Demokritos sebaiknya dibicarakan dalam rangka filsafat pra-sokratik. Pertama, Demokritos merupakan murid Leukippos, yang termasuk dalam filsafat pra-sokratik. Ajaran Leukippos tentu tidak dapat dipisahkan dari ajaran Demokritos yang tidak dipengaruhi oleh filsafat gaya baru yang berkembang di Athena dalam kalangan Sokrates. Kedua, di Athena, filsafat Demokritos cukup lama tidak dikenal. Plato tidak mengetahui atomisme, tetapi Aristoteles, yang juga berasal dari Yunani Utara, menaruh perhatian besar untuk pandangan atomisme.
Karya Demokritos diperoleh dari laporan orang kedua, yang kadang-kadang tidak dapat diandalkan atau bertentangan. Sebagian besar bukti terbaik adalah bukti yang dilaporkan oleh Aristoteles, yang menghormatinya sebagai saingan penting di dalam filsafat alam. Aristoteles menulis sebuah risalah pada Demokritos, hanya beberapa paragraf dikutip dalam sumber-sumber lain yang masih ada. Demokritos tampaknya mengambil alih dan menyusun pandangan Leukippos, atas beberapa yang ia ketahui. Meskipun ada kemungkinan untuk membedakan beberapa sumbangan karya-karya Lekippos, kebanyakan laporan besar menunjuk, baik mereka berdua, maupun Demokritos sendiri; pengembang sistem atomis pada dasarnya sering dianggap Demokritos.
Diogenes Laertius mendaftar banyak karya Demokritos di berbagai bidang, termasuk etika, fisika, matematika, musik dan kosmologi.[1]Dua karya, the Great World System dan the Little World System, kadang-kadang dianggap berasal dari Demokritos, meskipun Theophrastus melaporkan bahwa yang lebih dulu adalah oleh Leukippos (DK 68A33). Ada ketidakpastian lebih banyak lagi mengenai keaslian laporan atas pembicaraan etika Demokritos. Dua kumpulan pembicaraan yang tercantum dalam abad kelima sebelum masehi antologi Stobaeus, satu dianggap berasal dari Demokritos dan yang lain dianggap berasal dari yang lain yang tidak dikenal filsuf penganut Demokritos.
1.1 Teori Atom
Filsuf-filsuf atomis juga berusaha memecahkan masalah yang diajukan mazhab Elea. Di satu pihak, seperti Empedokles dan Anaxagoras, Leukippos dan Demokritos pun berpendapat bahwa realitas seluruhnya bukanlah satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Tapi, di lain pihak mereka bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras dalam hal pembagian sampai tak berhingga. Leukippos dan Demokritos berpikir bahwa ketika membagi-bagi sebuah benda, pembagian itu akan sampai pada unsur-unsur yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Maka dari itu, unsur-unsur tersebut diberi nama atom.
Atom berasal dari kata atomos, berarti tidak dan tomos berarti terbagi. Jumlah atom tidak berhingga. Atom-atom merupakan bagian-bagian materi yang begitu kecil sehingga tidak dapat diinderai.[2] Perbedaan yang lain lagi dengan anasir-anasir Empedokles dan benih-benih Anaxagoras adalah bahwa atom-atom itu sama sekali tidak memiliki kualitas tertentu, misalnya panas, dingin, kering lembab, manis, atau pahit. Semua atom sama. Atom yang satu berbeda dari atom yang lain karena ukuran dan bentuknya.
Demokritos memberikan bentuk kepada setiap rasa. Ia mengatakan bahwa yang manis terbuat dari apa yang berbentuk bulat dan memiliki ukuran yang proporsional; yang pahit terbuat dari apa yang besar, kasar, dan polygonal serta tidak bulat; yang asam, sebagaimana namanya menujukkan, terbentuk dari apa yang tajam, bersudut banyak, bengkok dan halus; rasa yang kasar terbentuk dari apa yang berbentuk bulat sekaligus halus, bersudut tajam dan bengkok; yang asin terbentuk dari apa yang berbentuk tajam, tidak terlalu besar, berkelok-kelok, dan kecil ukurannya; yang rasa lemak terbuat dari apa yang halus, bulat dan kecil (Theophrastes, de caus. plant VI 16).
Seperti Empedokles dan Anaxagoras, para atomis juga mengembangkan ajaran materialistis tentang perubahan (genesis). Tidak ada perubahan secara kualitatif, yang ada hanyalah perubahan kuantitatif. Atom-atom yang tidak memiliki kualitas itu bisa berbeda konsentrasinya di tempat yang berbeda-beda. Perubahan kualitatif, seperti panas atau dingin, keras atau lunak, pahit atau manis, atau warna tidak lain merupakan perubahan jumlah atau perubahan lokasi dari atom-atom itu. Perubahan kualitatif hanyalah kesan yang ditangkap secara subyektif oleh panca indera. Indera menerjemahkan teks alam yang bersifat kuantitatif dan obyektif itu ke dalam bahasa subyektif yang melukiskan kualitas-kualitas. Kualitas-kualitas hanya sebenarnya hanya terdapat pada si subyek saja. Dengan kata lain, kualitas-kualitas bersifat subyektif, meksipun diakibatkan oleh sesuatu yang obyektif, yakni atom-atom.[3]Misalnya, berkurangnya jumlah atom di satu titik ditafsirkan oleh indera sebagai “lunak” atau “asam”.  Bagi Demokritos, perubahan dalam arti sesungguhnya adalah proses di mana atom-atom (sebagai elemen terakhir yang tak terbagikan lagi) saling bertabrakan secara niscaya, mengikuti hukum mekanis, untuk berkumpul atau bertebaran tanpa memiliki tujuan apa pun. Seperti permainan LEGO, elemen-elemennya bisa digunakan secara tak terbatas untuk mendapatkan macam-macam konstruksi secara tak terbatas.
Saat atom-atom saling berdekatan dan saling berbenturan atau berlibatan, campuran yang muncul akan menampak dalam bentuk air atau api atau tumbuh-tumbuhan atau manusia, tetapi sebenarnya, satu-satunya hal yang ada adalah apa yang disebut bentuk-bentuk yang tak terbagi – tidak ada yang lain selain itu.
Para atomis berpendapat bahwa atom-atom itu selalu bergerak. Leukippos dan Demokritos menganggap gerak atom sebagai gerak spontan karena tidak mengenakan berat pada atom-atom. Demokritos membandingkan dengan apa yang terlihat, sinar matahari yang memasuki kamar yang gelap gulita melalui celah-celah jendela, atau debu yang bergerak ke semua jurusan, meski tidak ada angin yang membuatnya bergerak. Atom juga bergerak ke segala arah. Kadang-kadang, secara kebetulan begitu saja, atom itu saling bertabrakan, saling menyenggol dan mendorong satu sama lainya, saling tersudutkan bersama-sama, bertumpukan membentuk sebuah konglomerat (latin: conglomero berarti mengumpulkan),  bertumpuk-tumpuk, lalu menampak menjadi tubuh yang kelihatan, dan dengan cara demikianlah kosmos kita terbentuk. Para atomis merasa tidak perlu untuk menjelaskan penyebab yang mengakibatkan gerak tersebut. Kembali mereka bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras atas pendapatnya mengenai Cinta dan Benci atau nus (roh) sebagai penyebab gerak. Adanya ruang kosong sudah cukup sebagai syarat yang memungkinkan gerak atom. Demokritos mengatakan, dunia terdiri dari atom-atom dan ruang kosong.
1.2 Tentang Kekosongan
Bagi Demokritos, kekosongan adalah “ketiadaan”. “Ketiadaan” itu bagi Demokritos ada! Argumentasi yang dikatakan Demokritos tampak serba kontradiktif: yang “tidak ada” ada dan yang “tidak ada” tidak ada. Kekosongan adalah kenyataan yang ada. Sekarang ketika atom-atom datang bersamaan, mereka menghasilkan generasi; ketika mereka berpisah satu sama lain, mereka menghasilkan perubahan. Bagi Leukippos dan Demokritos, atom-atom merupakan elemen positif dalam kenyataan. Gerakan mereka, bagaimanapun, memerlukan ke’ada’an kekosongan atau vakum. Kekosongan atau ketiadaan sama ‘ada’nya dengan atom-atom. Oleh karena itu, setiap ke’ada’an (penampilan fisik), disusun dari beberapa atom-atom yang terpisahkan satu sama lain oleh kekosongan.[4] Tubuh yang kelihatan ini, sebagaimana dikatakan Demokritos, bukanlah sebuah “nature”. Tubuh yang kelihatan ini hanyalah tumpuk-tumpukkan begitu saja dari atom-atom. Struktur terbentuk, lalu terpecah lagi, dan elemen yang sama bisa dipakai untuk membentuk struktur yang baru lagi.
Penyebab gerakan atom-atom adalah ketiadaan, tetapi juga “nature”  ketidak-stabilitasan mereka: atom-atom, secara “nature”, berada dalam gerakan yang tetap atau konstan.
Atom-atom bergerak dalam kekosongan (yang tiada) berdimensi tak terbatas. Atom-atom terpisah dari satu sama lain dan dibedakan menurut jumlah, bentuk, letak, dan urutan. Dalam gerakan mereka, mereka bertubrukan satu sama lain. Sebagai hasilnya, beberapa terlempar ke arah yang tak tentu di jurusan yang berbeda, ketika yang lain bercampur dan berpadu dengan tenang karena bentuk, ukuran, letak, dan susunan mereka yang saling melengkapi/ mengisi: kesatuan ini dengan satu sama lain dan melipatgandakan kumpulan-kumpulan  (DK 67 A 1).[5]
2.       Tuhan Dalam Pandangan Filsafat Yunani Kuno
Filosof pertama Yunani Kuno dalam mencari sumber segala sesuatu dan pencipta makhluk mereka sampai pada satu konsep yang bernama Tuhan. Mereka berpandangan bahwa sumber alam semesta terdiri dari empat unsur. Misalnya Thales berpandangan bahwa sumber segala sesuatu berasal dari air. Demokritus mengganggap bahwa sumber alam semesta adalah dari api. Sementara filosof lainnya menilai bahwa sumber segala sesuatu adalah dari udara atau api.
Pembahasan rinci tentang dewa-dewa dalam pandangan orang-orang Yunani disebutkan dalam karya Homer dan Hesiod. Apabila kita ingin membatasi pada karya Iliad Homer kita menyaksikan bahwa redaksi kalimat “Tuhan” nampak yang disebutkan untuk segala jenis entitas yang aneh. Dalam pemikiran Yunani, gambaran ketuhanan diperoleh dari gambaran tentang tabiat (nature) dan prinsip yang berlaku di dalamnya. Yang dimaksud dengan entitas-entitas aneh adalah kekuatan Ilahi yang membuat orang-orang Yunani mampu menata perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikirannya berdasarkan kekuatan tersebut. Tentu saja Tuhan mereka tidak dapat disamakan dengan Tuhan Tunggal yang kita kenal saat ini.
Pada dasarnya, “Terdapat pandangan dan teori-teori ihwal konsep dan keberadaan Tuhan dalam school of thoughts (aliran-aliran) filsafat, agama-agama dan sejarah, namun tidak satu pun dari pandangan dan teori ini yang memiliki makna dan konsep stabil serta tidak berubah-ubah tentang Tuhan.
Di sini, kami akan mengemukakan tentang sejarah singkat dari tuturan para filosof Barat tentang Tuhan yang dalam pada itu telah menjawab sebagian pertanyaan yang Anda kemukakan pada kesempatan ini.
Tuhan dalam kebudayaan Yunani pada masa sebelum kedatangan Sokrates memiliki dua sisi berbeda secara asasi dengan gambaran-gambaran lain tentang Tuhan. Dua sisi itu pada kehidupan dan pujaan manusia. Peran Tuhan dalam pandangan Plato (Pencipta, ide atau imaginasi) adalah memberikan dan mengadakan unsur-unsur yang ada, namun gangguan yang terdapat dalam jagad raya dan gambaran sempurna keindahan jagad raya diperoleh dengan memberdayakan keindahan ide-ide. Tuhan Aristoteles (Penggerak tak bergerak, Prime Mover) adalah berhubungan dengan dirinya sendirir. Ia tidak berhubungan dengan ala m ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai tuhan kita tidak usah mengharap ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran pikiran kita.[6] Adapun filsafat Skolastik (abad pertengahan) pandangannya tentang Tuhan berasal dari dua sumber: Alkitab dan filsafat Yunani.
Para teolog dan bapa-bapa Gereja memanfaatkan redaksi ayat ini "AKU ADALAH AKU" dan memaknainya bahwa Allah Swt itu ada dan sumber segala sesuatu. Karena itu, pencipta alam semesta dan manusia dalam setiap kondisi adalah tunggal. Namun Tuhan pencipta juga harus berkuasa mutlak dan mahamengetahui secara mutlak. Secara logis, Tuhan yang Mahakuasa secara mutlak harus nir batas, self existence (ada dengan sendirinya), abadi dan azali (sarmadi), simpel dan maha sempurna dari segala sesuatu. Ulasan dan paparan pemikiran filosofis dalam masalah teologi Kristen mengemuka dengan memanfaatkan beberapa terminologi Yunani dalam karya-karya teologi ternama, Santo Agustin dan Santo Thomas Aquinas.[7]
Tuhan dalam pandangan Santo Agustin adalah Tuhan Alkitab dalam format pemikiran Plotinus (beriman kepada Tuhan [Esa] sebagai Sumber Pertama). Sesuai dengan keyakinan Plotinus esa (oknum pertama) yang menciptakan akal universal (oknum kedua) dan akal universal adalah pencipta jiwa universal (oknum tiga).
Tuhan dalam pandangan Aquinas adalah Tuhan Alkitab dalam format filsafat Aristoteles. Aquinas sembari mengikuti jejak langkah filsafat Aristotelian, ia bahkan menjelajah lebih jauh; karena konsep kepelakuan (agency) dalam pandangannya adalah kepenciptaan (khaliqiyat) dan kepengaturan (rububiyat). Sementara konsep penggerak tanpa gerak Aristoteles hanyalah sebab tujuan dan tidak ada kaitannya dengan penciptaan dan pengaturan jagad raya dan manusia.
Sejatinya, perbedaan Tuhan para filosof Kristian dan dewa-dewa Yunani dan Romawi adalah pada sisi kepenciptaan (khâliqiyyah) Tuhan. Perbedaan ini terletak pada akar realitas bahwa “Ajaran Kristen bukanlah ajaran filsafat melainkan pada dasarnya merupakan ajaran agama untuk kebahagiaan manusia yang disampaikan oleh Yesus Kristus, namun filsafat Yunani adalah sebuah metodelogi untuk mengurai dan memaparkan jagad raya.
Hal ini merupakan titik pembeda pemikiran Yunani dan pemikiran Kristen. Pasca filsafat Skolastik, dengan kemunculan Descartes, masa dan abad baru dalam sejarah metafisika pun bermula. Tuhan dalam filsafat Descartes tidak memiliki derajat eksistensial melainkan memiliki derajat epistemologikal. “Dalam sistem filsafat Descartes, Tuhan disandarkan pada pemikiran manusia, baik dari sisi sumber pemikiran manusia dalam menetapkan keberadaan Tuhan. Dalam filsafat Descartes Tuhan yang mengemuka adalah Tuhan dalam pandangan epistemologis ketimbang Tuhan ontologis.
Yang dimaksud Descartes terkait dengan kalimat “Tuhan” adalah substansi yang tidak terbatas (sarmadi [abadi dan azali), ada dengan sendirinya, Mahamengetahui secara mutlak, Mahakuasa secara mutlak yang menciptakan saya sendiri dan segala sesuatu yang ada.
Dampak negatif keraguan metodis (cogito ergo sum) Descartes yang sedianya ingin menetapkan Tuhan secara rasional pada akhirnya menyebabkan munculnya aliran Skeptisisme, “Kemunculan David Hume di Inggris dan Immanuel Kant di Jerman pada abad ketujuh belas (17) dan penyebaran karya-karya mereka telah berujung pada semakin tersudutnya masalah metafisika. Demikian juga pada abad 19, karena tersebarnya teori-teori ilmiah seperti teori evolusi Darwin dan mekanika Newton terbentuklah ruang-ruang utama pemikiran Atheisme.
Dalam teori evolusi, khususnya Tuhan yang digambarkan oleh penganut aliran Deisme (aliranya yang menyatakan konsep Tuhan gaib yang menggerakan jagad raya pada masa yang sangat-sangat lampau kemudian meninggalkannya begitu saja) yang mempersoalkan masalah Tuhan secara serius. Pemikiran mekanis juga mendeskripsikan segala sesuatu secara mekanis.
Bagaimana pun, “Meski Tuhan Pencipta (Demiurge) Plato, Penggerak tak bergerak (Prime Mover) Aristoteles, Tuhan Esa Plotinus, Tuhan Mahakasih orang-orang Gereja (Bapa langit), substansi nir batas dan Mahapencipta  Descartes, Tabiat yang menciptakan tabiat-tabiat Spinoza (Natura naturans), Yang Menganugerahkan moralitas Kant, Spirit atau ide mutlak Hegel, kesemuanya menyinggung tentang Realitas Tunggal yang kita sebut sebagai Tuhan, namun beberapa terma ini sama sekali tidak bermakna satu. Hal yang patut untuk diperhatikan bahwa orang-orang yang mengingkari dan orang-orang yang meragukan keberadaan Tuhan juga tidak memiliki pemahaman yang tunggal dan bersifat tetap.
BAB III
PENUTUP
Demokritos membedakan pengenalan inderawi dengan pengenalan rasional. Pengenalan inderawi itu tidak benar, karena tidak memberitahukan bagaimana kenyataan itu sendiri. Pancaindera tidak mampu mengamati atom-atom. Pengenalan rasional ini memperkenalkan pada realitas yang sebenarnya. Maka, Demokritos dekat dengan Parmenides yang juga mengatakan indera tidak dapat dipercaya dan bahwa manusia harus memihak rasio.
Atomisme adalah suatu aliran filsafat alam yang tidak banyak diperdebatkan; bukan karena kontraversial, melainkan para ahli filsafat lain pada umumnya menyetujui pemikiran Democritus dan Leucippus. Apa yang dinamakan atom oleh Democritus akan terus berkembang sejalan dengan penemuan-penemuan baru. Atomisme sangat berguna dalam memecahkan apakaah alam sebenarnya?, antara lain melalui ilmu pengetahuan (sains). Peran lain yang diberikan contohnya keseimbangan atom dan kekosongan, yang kemudian disebut hukum kekekalan massa.
Bagaimana pun, “Meski Tuhan Pencipta (Demiurge) Plato, Penggerak tak bergerak (Prime Mover) Aristoteles, Tuhan Esa Plotinus, Tuhan Mahakasih orang-orang Gereja (Bapa langit), kesemuanya menyinggung tentang Realitas Tunggal yang kita sebut sebagai Tuhan, namun beberapa terma ini sama sekali tidak bermakna satu. Hal yang patut untuk diperhatikan bahwa orang-orang yang mengingkari dan orang-orang yang meragukan keberadaan Tuhan juga tidak memiliki pemahaman yang tunggal dan bersifat tetap.


DATAR PUSTAKA

Drs.Salam.Burhanuddin.Pengantar Filsafat.2003.Jakarta: PT Bumi Aksara.
 Dr.Kebug.Kondrad..Filsafat Itu Indah.2008.Jakarta: Pusatakaraya.
 Drs.Salam.Burhanuddin.Pengantar Filsafat.2003.Jakarta: PT Bumi Aksara.
http://isyraq.wordpress.com/tuhan-filosof-yunani-dan-teolog-kristen/   
Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, edisi revisi, 1989


[1] http://plato.stanford.edu/entries/democritus/, diakses dari Jakarta, 10 November 2012
[2] Lih. Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, edisi revisi, 1989,
[3] Lih. Coplestone, Frederick, A History of Philosophy. Vol. 1, Doubleday, New York, 1993,
[4] Yarza, Ignatius, History of Ancient Philosophy, Sinag-Tala, Manila, 1994,
[5] Kutipan dalam Yarza, Ignatius, History of Ancient Philosophy, Sinag-Tala, Manila, 1994
[6] Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya
[7] Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya